November 2017

Selasa, 28 November 2017

Renunganku : PEOPLE COME AND PEOPLE GO


Holla Readers,
I hope you are very fine.
This is my third renungan for Warta Jemaat GKI Kayu Putih which it was published on November 19th 2017 (2 weeks ago) and I save and post it on my personal blog as my own memories and also for readers who feel missed my story (renunganku).

Please read my third renungan here. Thank you. J




“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.”
(Pengkhotbah 3 : 1)

“People come and people go, just like the wind blows” (orang datang dan orang pergi, sama seperti angin bertiup). Kata-kata seperti ini mengingatkan saya akan banyak hal beberapa tahun terakhir ini. Di hidup kita ini banyak kejadian datang dan pergi dengan beberapa alasan yang mungkin di antaranya adalah menjalani hari-hari bersama pasangan hidup, pindah kerja ke luar kota atau ke luar negeri, pindah komunitas baru, keinginan untuk menimba ilmu baru (studi lanjut), dan lain-lain.
Dalam hidup ini, saya pun mengalami perubahan-perubahan. Beberapa tahun yang lalu, saya adalah personalia Komisi Pemuda GKI Kayu Putih. Kemudian saya mengakhiri pelayanan saya di sana. Perubahan juga terjadi di Komisi Pemuda. Ada banyak anggota yang baru, sementara beberapa teman lama pun mulai pindah ke luar kota karena pindah pekerjaan, sekolah atau menikah. Saya ingin sekali mengulang masa-masa indah bersama mereka, tetapi saya sadar bahwa hal itu tidak mungkin terjadi lagi. Perubahan juga terjadi untuk peristiwa-peristiwa yang menyedihkan. Misalnya saja, saya kehilangan dua orang tercinta. Pertama, adik dari mama saya yang meninggal pada tahun lalu; kedua, omaku dari papa saya baru saja meninggal sebulan yang lalu.
Istilah people come and people go, just like the wind blows digambarkan oleh Pengkhotbah di pasal 3. Dia mengingatkan bahwa segala sesuatu ada masanya. Perubahan, menurut Pengkhotbah, adalah proses hidup yang natural. Di dalam perubahan, dia menyatakan bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya. Perpisahan dengan kawan karib, dan perjumpaan dengan kawan baru menjadi proses keindahan hidup yang Tuhan anugerahkan. Di dalam perubahan itu, Pengkhotbah percaya ada kehadiran Tuhan yang menciptakan waktu dan peristiwa.
Saya belajar dari perubahan. Di dunia ini tidak ada yang tetap, hanya perubahanlah yang tetap terjadi dari masa ke masa. Kita tidak bisa menolak dan menghindar dari perubahan, namun kita diajak untuk menerima dan merespons perubahan dengan positif. Tidak selalu perubahan itu menghasilkan hal yang baik dan menyenangkan; bahkan kadang perubahan membuat kita terkejut dan takut. Namun, saat saya sadar perubahan itu tetap adanya, maka saya pun percaya bahwa Tuhan ada di dalam setiap perubahan hidup ini. Marilah kita terus belajar dari perubahan dan memaknai setiap kejadian dengan cara yang positif.


(Evant Christina)


Sebelum saya menulis renungan dengan topik itu untuk dimuat di Warta Jemaat, saya suka kepikiran tidak mau menulis tentang ini karena saya takut jadi bahan omongan dari orang- orang. Padahal saya hanya ingin menjadi berkat bagi banyak orang lewat tulisan dan juga saya rindu untuk mengajak orang- orang yang sudah lama tidak kelihatan untuk berkumpul dan melayani bareng... 

Dan so, saya tetap mendoakan yang terbaik untuk mereka satu- persatu kusebutkan yang sudah jarang main di gereja tempat saya bertumbuh dan juga orang- orang yang mengenalku maupun tidak....

Thank you for reading and wait for my next story ya.
God Bless you!

Artikelku Untuk WarungSaTeKamu : SATU HAL YANG TERLUPAKAN KETIKA SEMUA IMPIANKU TIDAK TERCAPAI


Haii Readers,
I am back after a few weeks not writing..

This is my second writing for WarungSaTeKamu web which it was published on October 16th 2017 (a month ago). I post it on my personal blog for my own memories and also for readers who feel missed this article from me. And here is my writing, please read.


Setiap orang boleh memiliki keinginan dan cita-cita. Tetapi, pada kenyataannya, terlepas dari sekeras apapun upaya kita untuk mewujudkannya, tidak semua yang kita harapkan bisa terjadi sesuai keinginan kita. Inilah realita kehidupan. Pernahkah kamu mengalaminya? Aku pernah.

Sebagai seorang perempuan yang dilahirkan dalam keadaan tunarungu, saat memasuki masa-masa TK, kedua orangtuaku menyekolahkanku di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sana aku pernah diberi tugas untuk membuat buku harian oleh guruku. Setiap hari, sepulang sekolah aku menuliskan cerita-cerita, kemudian mengumpulkannya kepada guruku keesokan harinya. Bermula dari sekadar tugas, lama-kelamaan menulis menjadi kegemaranku, hingga aku pun bercita-cita kelak ingin menjadi seorang penulis.

Beberapa tahun setelahnya, kedua orangtuaku memindahkanku ke sebuah sekolah umum. Saat duduk di bangku SMP, aku melihat kalau ternyata teman-temanku punya cita-cita yang beragam. Ada yang ingin menjadi seorang dokter, pilot, perawat, pengusaha, juga cita-cita lainnya. Karena saat itu aku belum pernah mendengar ada seorang penyandang tunarungu yang menekuni profesi-profesi tersebut, aku jadi tertantang untuk memiliki cita-cita seperti mereka, profesi yang biasa dilakoni oleh orang-orang yang kondisi fisiknya sempurna. Waktu itu aku bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta, psikolog, desainer grafis, bahkan juga seorang chef.

Menjelang kelulusan SMA, aku bergumul tentang rencana mau melanjutkan kuliah ke mana. Aku berdoa pada Tuhan dan juga bertanya kepada orangtuaku tentang pilihan apa yang harus kuambil. Waktu itu orangtuaku menyarankan agar aku tidak memilih tempat kuliah dengan lokasi yang lokasinya jauh dari rumah. Saat itu aku berbicara jujur pada ibuku tentang cita-citaku dan rencana kuliah. Namun, jawaban ibuku membuatku kecewa.

“Wah kalau kamu menjadi pendeta rasanya mustahil sekali. Apakah kamu bisa? Kamu kan tuli. Bagaimana kalau sampai kamu salah dalam sharing atau ngomong yang tidak jelas malah membuat orang- orang tidak mengerti atau malah tertawa? Untuk psikologi rasanya kamu tidak akan bisa…bla bla bla…. Ibu juga takut dan khawatir jika terjadi sesuatu apa- apa dengan kamu selama kuliah nanti, nak.” Kemudian ibuku memberikan jawaban lain yang cukup panjang.

Ibuku tidak setuju dengan pilihan cita-cita yang kuinginkan sedangkan ayahku hanya diam saja seolah tidak peduli, sehingga sejak saat itu aku merasa segala impian yang kucita-citakan pun kandas. Kemudian ayahku menyarankanku untuk kuliah di jurusan Ilmu Komputer saja karena menurutnya prospek karier di jurusan ini bagus. Aku pun menuruti saran ayahku dan mengambil jurusan Teknik Informatika. Sepanjang waktu studiku selama empat tahun, aku berjuang dengan keras supaya bisa mendapatkan nilai yang baik dan juga lulus sebagai Sarjana. Namun, karena jurusan yang kuambil bukanlah jurusan yang benar-benar kuinginkan, semangatku dalam kuliah sering naik turun. Ketika semangatku turun, sebuah ayat dari Yeremia 29:11 selalu menjadi pengingat dan memberiku kekuatan. Ya, aku percaya bahwa Tuhan akan memberiku masa depan yang penuh harapan.

Setelah aku dinyatakan lulus sebagai seorang Sarjana, seperti para fresh graduate lainnya aku pun mencari informasi lowongan pekerjaan baik melalui media sosial ataupun informasi dari orang-orang. Lamaran sudah kumasukkan melalui berbagai situs penyedia jasa lowongan pekerjaan. Tetapi, semuanya nihil. Padahal setelah aku cermati, tidak ada yang salah dengan CV-ku. Lalu, aku juga tidak lupa dengan waktu teduh, selalu berdoa dan bekerja (ora et labora) serta memohon hikmat pada Tuhan supaya ada perusahaan yang mau menerima penyandang tunarungu. Selain itu, aku juga sering bertanya kepada teman- teman tentang informasi pekerjaan, sembari meminta saran dari mereka untuk mencoba kerja di kantor lama tempat aku magang dulu. Tetapi apalah dayaku ternyata hasilnya sama.

Satu bulan, dua bulan, hingga setahun berlalu tanpa ada kejelasan. Semua perusahaan yang meresponsku hanya memberikan harapan palsu. Ceritanya, setelah mengikuti interviewuntuk keempat kalinya di perusahaan yang berbeda, katanya aku akan dikabari lebih lanjut melalui e-mail. Tapi, sekian lama menanti, tak kunjung ada e-mail yang kuterima. Aku menjadi bingung, putus asa, dan juga berprasangka buruk. Apakah mungkin karena keadaan disabilitasku yang membuat perusahaan-perusahaan jadi tidak mau menerimaku bekerja? Atau, apakah karena posisi yang kuambil tidak sesuai dengan jurusan kuliahku dulu?

Sampai di titik ini aku merasa ini adalah momen terendahku sebagai seorang pencari kerja selama setahun. Aku merasa kecewa dan putus asa, bahkan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku merasa bahwa semua yang telah kulakukan itu sia-sia sehingga akhirnya aku berhenti untuk mencari pekerjaan.

Sebuah pelajaran dari kegagalan dan impian yang kandas

Di balik momen-momen sulitku sebagai seorang pencari kerja, aku sadar bahwa aku tidak bisa hanya sekadar berpangku tangan. Bagaimanapun juga aku harus memiliki penghasilan sendiri. Aku mulai mencari cara-cara lain. Jika aku tidak bisa menemukan perusahaan yang bisa memberiku pekerjaan, maka aku bisa menciptakan pekerjaan untuk diriku sendiri. Sejak saat itu, aku mencoba memulai usaha kecil-kecilan dengan berjualan pulsa elektronik. Hasil dari jualan ini memang tidaklah seberapa, akan tetapi aku percaya bahwa ini adalah langkah terbaik untukku belajar memulai usaha dari nol.

Selain berjualan pulsa, aku juga membantu melanjutkan usaha bersama keluargaku di rumah. Walaupun aku tidak menyukai pekerjaan itu karena aku cukup kesulitan untuk berkomunikasi terhadap pembeli, tetapi aku coba menikmatinya sebagaimana mestinya saat mengingat betapa beratnya hidupku. Aku bersyukur karena keluargaku dan beberapa orang pembeli tersebut mengenalku dengan baik dan mereka akhirnya memahami keadaanku.

Sebelumnya itu, aku juga pernah berencana mencoba bisnis online yaitu mempromosikan sebuah produk melalui media sosial berdasarkan permintaan dari beberapa temanku. Tetapi, setelah aku berunding dengan ibuku tentang bisnis online ternyata tidak mendapat persetujuan dari ibuku dengan beberapa alasan yang membuatku kecewa. Padahal itu satu-satunya cara terbaik untuk mendapat penghasilan. Aku pun sedih, putus asa, dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar hal tersebut.

Ketika aku mengingat kembali momen-momen terendah dalam hidupku, kadang aku merasa kalau diriku itu bodoh dan kacau. Bahkan, dulu aku sempat bertanya kepada Tuhan: Mengapa aku selalu gagal? Apakah karena imanku kurang? Saat itu aku hanya berfokus pada kegagalan demi kegagalan. Aku berfokus pada impianku yang kandas hingga aku melupakan satu hal yang teramat penting: Tuhan tetap berlaku baik. Kasih setia-Nya tidak berkesudahan dan rahmat-Nya tak pernah habis (Ratapan 3:22).

Ada banyak hal dalam kehidupan ini yang sulit dimengerti, termasuk mengapa Dia mengizinkanku dilahirkan dalam keadaan tuli, mengalami banyak kegagalan, dan seolah membiarkan setiap impianku kandas. Tetapi, satu hal yang aku tahu dengan pasti bahwa Tuhan itu baik bukan hanya karena dia memberikanku kesuksesan, tetapi karena Dia memang baik. Tuhan mengasihiku bukan hanya karena Dia memberiku berkat, tetapi karena Dia adalah kasih. Seperti Ayub yang mengakui kebesaran Tuhan, aku pun yakin bahwa karena Dia adalah Tuhan yang Mahabesar, maka tak ada sesuatupun yang mustahil bagi-Nya. “Aku tahu Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (Ayub 42:2).

Aku tidak menyesal karena telah gagal berkali-kali. Aku juga tidak menyesal karena impian-impian yang kudambakan sejak dahulu pada akhirnya tidak terwujud. Aku percaya bahwa hidupku itu ibarat pensil dan kertas. Aku bisa menuliskan banyak keinginanku di atas kertas itu. Tetapi, aku tidak boleh lupa bahwa Tuhan memiliki alat tulis yang lebih lengkap. Ketika ada keinginanku yang tidak baik, Dia bisa menghapusnya dan menuliskan yang lebih baik dan tentunya terbaik untukku.

Aku percaya bahwa pekerjaan sederhana yang aku kerjakan saat ini adalah kesempatan berharga yang Tuhan berikan kepadaku. Ketika aku melakukannya dengan setia dan bertanggung jawab, aku yakin bahwa kelak Tuhan akan memberiku tanggung jawab yang lebih besar.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”
 (Roma 8:28).


Thank you readers and lets wait for the next article from me ya.
God Bless you!