2020

Senin, 28 Desember 2020

#RenunganKristen - Empati Tanpa Menghakimi


Roma 12 : 9 – 18

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” – Roma 12 : 15

Privilege, hak istimewa. Kata ini belakangan cukup sering digunakan masyarakat. Privilege adalah keistimewaan yang dimiliki orang- orang tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Mereka yang lahir sebagai anak orang kaya, dianggap punya privilege berupa fasilitas dan kemudahan bidang ekonomi. Mereka yang lahir sebagai pria dianggap lebih punya privilege daripada perempuan, atau bisa sebaliknya. Ada pula lahir sebagai suku atau agama mayoritas dianggap punya privilege dibanding yang lahir dari golongan minoritas, dll. Di mata Sebagian orang, maka yang punya privilege ini dianggap menjalani hidup lebih mudah.

Di satu sisi mungkin benar. Tapi, bisa jadi juga salah. Contoh, jika anak orang kaya sukses merintis perusahaan sendiri, belum tentu ia punya privilege. Anak orang kaya juga berjuang. Mereka berjuang untuk tidak hanya memanfaatkan kekayaan orangtua, foya- foya, bermalasan, dimanfaatkan orang, dll. Ini belum tentu lebih mudah dari perjuangan anak orang tak mampu (atau bisa anak dengan disabilitas). Jika kita menganggap mereka yang lebih dari kita (lebih kaya, lebih berkuasa, lebih muda, lebih cantik / ganteng, dll) pasti hidupnya jauh lebih mudah dari kita. Itu justru BISA MEMATIKAN empati di diri kita. Akibatnya, saat mereka bercerita atau curhat pada kita, kita buru- buru menyanggah,”Kamu itu kurang bersyukur.” “banyak orang tidak seberuntung kamu.” Atau nasihat serupa yang malah terkesan menyepelekan masalahnya.

Paulus berkata, bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah denagn orang yang menangis! Inilah salah satu bentuk EMPATI yang harus kita miliki. Kenyataannya, beban dan kemampuan tiap orang itu beragam (Galatia 6:5). Masalah yang datang saat orang siap dan tidak siap juga akan punya dampak berbeda.

 Artinya, orang itu tidak adil membandingkan kesusahan satu orang dengan orang lainnya. Ada juga orang yang menceritakan masalahnya kepada kita hanya karena ia ingin punya teman bicara / teman curhat, dan bukan karena ia tidak bersyukur. Bukankah bisa mengungkapkan perasaan itu lebih sehat daripada memendamnya? Maka, mari kita juga sama- sama belajar lebih mengasah empati kita tanpa menghakimi. Selain itu, bantulah jika ia menawarkan bantuan, itu cara terbaik daripada menyalahkan. Itulah tanda kita juga punya empati dan kasih.

Setiap orang punya pergumulannya sendiri, jangan meremehkan tetapi usahakan untuk PEDULI.

*** 

Renungan di atas dibuat atau diambil dari sumber buku renungan online. Kita semua pasti mengerti apa arti kata Empati atau berempati. Empati adalah sebuah sikap atau kemampuan untuk merasakan perasaan, pikiran atau Tindakan orang lain. Atau definisi lainnya adalah menempatkan diri sendiri di posisi orang lain agar bisa turut merasakan apa yang orang lain rasakan. Ada beberapa contoh yang terjadi di Alkitab yang menggambarkan rasa empati yang dilakukan oleh Tuhan: Dia turut merasakan betapa susahnya si pincang berjalan, betapa terluka hati si kusta karena tertolak, Dia merasakan penderitaan mendalam dari seorang wanita yang mengalami sakit pendarahan selama dua belas tahun, merasakan betapa sakit dan menderitanya orang yang hanya bisa berbaring di atas kasur;  merasakan betapa hancurnya hati orang buta yang hanya bisa melihat gelap di sepanjang hidupnya.  Alasan-alasan inilah yang membuat Tuhan tidak bisa tinggal diam dan meninggalkan mereka begitu saja.  Empati yang besar menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak. Bagaimana dengan kehidupan sehari – hari kita? 😊

Banyak sekali yang terjadi di kehidupan sehari – hari yang membuat kita turut merasakan prihatin akan penderitaan orang lain. Seperti mendengar berita tentang wabah pandemi Covid-19 yang menimpa korban jiwa sampai meninggal, oranglain yang terdampak masalah ekonomi sampai minta bantuan modal, terdampak sakit penyakit, mengalami penolakan dalam pekerjaan, dan sebagainya. Apalagi yang menimpa teman- teman disabilitas, yang telah kehilangan pekerjaan, bisnis usaha tidak lancar, terjadi perampasan hak akses, dll. Itulah membuat saya turut berempati. Walau tidak bisa membantu, saya tetap mendoakan mereka dan juga diriku sendiri.

Lalu, bagaimana cara menjadi pribadi yang berempati?

1.       Cerdas untuk mendengar (Jadilah pendengar yang baik) Yakobus 1 : 19

2.       Mengajukan pertanyaan yang baik dan benar (Yang pasti menggunakan Bahasa yang sopan dan tidak kasar) Amsal 10 : 5

3.       Menjadi sahabat yang baik dalam suka ataupun duka.  Roma 12 : 15 

Dengan tiga hal yang untuk menjadi pribadi yang empati tidak akan berhasil kalau kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri. Oleh karena itu, supaya bisa menjadi pribadi yang sungguh-sungguh empati, maka kita harus selalu membuka diri untuk terus diisi oleh kebenaran firman Tuhan, diisi oleh kuasa Allah. “Tangki” hati kita harus selalu diisi oleh kasih Allah karena dengan demikianlah kita dapat menjadi pribadi yang berempati. Hanya ada satu cara Anda akan menjadi yang empati - tetap diisi dengan Allah. Jika tangki Anda mendapat rendah pada Tuhan, Anda tidak akan menjadi empati sama sekali. Anda harus tetap diisi dengan Allah.

Selamat belajar berempati! 😊

Tuhan Yesus memberkati.