Haii Readers,
I am back after a few weeks
not writing..
This is my second writing for WarungSaTeKamu
web which it was published on October 16th 2017 (a month ago). I post
it on my personal blog for my own memories and also for readers who feel missed
this article from me. And here is my writing, please read.
Setiap orang boleh
memiliki keinginan dan cita-cita. Tetapi, pada kenyataannya, terlepas dari
sekeras apapun upaya kita untuk mewujudkannya, tidak semua yang kita harapkan
bisa terjadi sesuai keinginan kita. Inilah realita kehidupan. Pernahkah kamu
mengalaminya? Aku pernah.
Sebagai seorang perempuan yang dilahirkan
dalam keadaan tunarungu, saat memasuki masa-masa TK, kedua orangtuaku
menyekolahkanku di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sana aku pernah diberi tugas
untuk membuat buku harian oleh guruku. Setiap hari, sepulang sekolah aku
menuliskan cerita-cerita, kemudian mengumpulkannya kepada guruku keesokan
harinya. Bermula dari sekadar tugas, lama-kelamaan menulis menjadi kegemaranku,
hingga aku pun bercita-cita kelak ingin menjadi seorang penulis.
Beberapa tahun setelahnya, kedua orangtuaku
memindahkanku ke sebuah sekolah umum. Saat duduk di bangku SMP, aku melihat
kalau ternyata teman-temanku punya cita-cita yang beragam. Ada yang ingin
menjadi seorang dokter, pilot, perawat, pengusaha, juga cita-cita lainnya.
Karena saat itu aku belum pernah mendengar ada seorang penyandang tunarungu
yang menekuni profesi-profesi tersebut, aku jadi tertantang untuk memiliki
cita-cita seperti mereka, profesi yang biasa dilakoni oleh orang-orang yang
kondisi fisiknya sempurna. Waktu itu aku bercita-cita ingin menjadi seorang
pendeta, psikolog, desainer grafis, bahkan juga seorang chef.
Menjelang kelulusan SMA, aku bergumul tentang
rencana mau melanjutkan kuliah ke mana. Aku berdoa pada Tuhan dan juga bertanya
kepada orangtuaku tentang pilihan apa yang harus kuambil. Waktu itu orangtuaku
menyarankan agar aku tidak memilih tempat kuliah dengan lokasi yang lokasinya
jauh dari rumah. Saat itu aku berbicara jujur pada ibuku tentang cita-citaku
dan rencana kuliah. Namun, jawaban ibuku membuatku kecewa.
“Wah kalau kamu menjadi pendeta rasanya mustahil
sekali. Apakah kamu bisa? Kamu kan tuli. Bagaimana kalau sampai kamu salah dalam sharing atau ngomong yang tidak jelas
malah membuat orang- orang tidak mengerti atau malah tertawa? Untuk psikologi
rasanya kamu tidak akan bisa…bla bla bla…. Ibu
juga takut dan khawatir jika terjadi sesuatu apa- apa dengan kamu selama kuliah
nanti, nak.” Kemudian ibuku memberikan jawaban lain yang cukup panjang.
Ibuku tidak setuju dengan pilihan cita-cita
yang kuinginkan sedangkan ayahku hanya diam saja seolah tidak peduli, sehingga
sejak saat itu aku merasa segala impian yang kucita-citakan pun kandas.
Kemudian ayahku menyarankanku untuk kuliah di jurusan Ilmu Komputer saja karena
menurutnya prospek karier di jurusan ini bagus. Aku pun menuruti saran ayahku
dan mengambil jurusan Teknik Informatika. Sepanjang waktu studiku selama empat
tahun, aku berjuang dengan keras supaya bisa mendapatkan nilai yang baik dan
juga lulus sebagai Sarjana. Namun, karena jurusan yang kuambil bukanlah jurusan
yang benar-benar kuinginkan, semangatku dalam kuliah sering naik turun. Ketika
semangatku turun, sebuah ayat dari Yeremia 29:11 selalu menjadi pengingat dan
memberiku kekuatan. Ya, aku percaya bahwa Tuhan akan memberiku masa depan yang
penuh harapan.
Setelah aku dinyatakan lulus sebagai seorang
Sarjana, seperti para fresh graduate lainnya
aku pun mencari informasi lowongan pekerjaan baik melalui media sosial ataupun
informasi dari orang-orang. Lamaran sudah kumasukkan melalui berbagai situs
penyedia jasa lowongan pekerjaan. Tetapi, semuanya nihil. Padahal setelah aku
cermati, tidak ada yang salah dengan CV-ku. Lalu, aku juga tidak lupa dengan
waktu teduh, selalu berdoa dan bekerja (ora et labora) serta memohon hikmat pada Tuhan supaya
ada perusahaan yang mau menerima penyandang tunarungu. Selain itu, aku juga
sering bertanya kepada teman- teman tentang informasi pekerjaan, sembari
meminta saran dari mereka untuk mencoba kerja di kantor lama tempat aku magang
dulu. Tetapi apalah dayaku ternyata hasilnya sama.
Satu bulan, dua bulan, hingga setahun berlalu
tanpa ada kejelasan. Semua perusahaan yang meresponsku hanya memberikan harapan
palsu. Ceritanya, setelah mengikuti interviewuntuk keempat kalinya di perusahaan yang
berbeda, katanya aku akan dikabari lebih lanjut melalui e-mail. Tapi, sekian lama menanti,
tak kunjung ada e-mail yang
kuterima. Aku menjadi bingung, putus asa, dan juga berprasangka buruk. Apakah
mungkin karena keadaan disabilitasku yang membuat perusahaan-perusahaan jadi
tidak mau menerimaku bekerja? Atau, apakah karena posisi yang kuambil tidak
sesuai dengan jurusan kuliahku dulu?
Sampai di titik ini aku merasa ini adalah
momen terendahku sebagai seorang pencari kerja selama setahun. Aku merasa
kecewa dan putus asa, bahkan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku merasa
bahwa semua yang telah kulakukan itu sia-sia sehingga akhirnya aku berhenti
untuk mencari pekerjaan.
Sebuah pelajaran dari kegagalan
dan impian yang kandas
Di balik momen-momen sulitku sebagai seorang
pencari kerja, aku sadar bahwa aku tidak bisa hanya sekadar berpangku tangan.
Bagaimanapun juga aku harus memiliki penghasilan sendiri. Aku mulai mencari
cara-cara lain. Jika aku tidak bisa menemukan perusahaan yang bisa memberiku
pekerjaan, maka aku bisa menciptakan pekerjaan untuk diriku sendiri. Sejak saat
itu, aku mencoba memulai usaha kecil-kecilan dengan berjualan pulsa elektronik.
Hasil dari jualan ini memang tidaklah seberapa, akan tetapi aku percaya bahwa
ini adalah langkah terbaik untukku belajar memulai usaha dari nol.
Selain berjualan pulsa, aku juga membantu
melanjutkan usaha bersama keluargaku di rumah. Walaupun aku tidak menyukai
pekerjaan itu karena aku cukup kesulitan untuk berkomunikasi terhadap pembeli,
tetapi aku coba menikmatinya sebagaimana mestinya saat mengingat betapa
beratnya hidupku. Aku bersyukur karena keluargaku dan beberapa orang pembeli
tersebut mengenalku dengan baik dan mereka akhirnya memahami keadaanku.
Sebelumnya itu, aku juga pernah berencana
mencoba bisnis online yaitu
mempromosikan sebuah produk melalui media sosial berdasarkan permintaan dari
beberapa temanku. Tetapi, setelah aku berunding dengan ibuku tentang bisnis online ternyata tidak
mendapat persetujuan dari ibuku dengan beberapa alasan yang membuatku kecewa.
Padahal itu satu-satunya cara terbaik untuk mendapat penghasilan. Aku pun
sedih, putus asa, dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar hal
tersebut.
Ketika aku mengingat kembali momen-momen
terendah dalam hidupku, kadang aku merasa kalau diriku itu bodoh dan kacau.
Bahkan, dulu aku sempat bertanya kepada Tuhan: Mengapa aku selalu gagal? Apakah
karena imanku kurang? Saat itu aku hanya berfokus pada kegagalan demi
kegagalan. Aku berfokus pada impianku yang kandas hingga aku melupakan satu hal
yang teramat penting: Tuhan tetap berlaku baik. Kasih setia-Nya tidak
berkesudahan dan rahmat-Nya tak pernah habis (Ratapan 3:22).
Ada banyak hal dalam kehidupan ini yang sulit
dimengerti, termasuk mengapa Dia mengizinkanku dilahirkan dalam keadaan tuli,
mengalami banyak kegagalan, dan seolah membiarkan setiap impianku kandas.
Tetapi, satu hal yang aku tahu dengan pasti bahwa Tuhan itu baik bukan hanya
karena dia memberikanku kesuksesan, tetapi karena Dia memang baik. Tuhan mengasihiku
bukan hanya karena Dia memberiku berkat, tetapi karena Dia adalah kasih.
Seperti Ayub yang mengakui kebesaran Tuhan, aku pun yakin bahwa karena Dia
adalah Tuhan yang Mahabesar, maka tak ada sesuatupun yang mustahil bagi-Nya.
“Aku tahu Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang
gagal” (Ayub 42:2).
Aku tidak menyesal karena telah gagal
berkali-kali. Aku juga tidak menyesal karena impian-impian yang kudambakan
sejak dahulu pada akhirnya tidak terwujud. Aku percaya bahwa hidupku itu ibarat
pensil dan kertas. Aku bisa menuliskan banyak keinginanku di atas kertas itu.
Tetapi, aku tidak boleh lupa bahwa Tuhan memiliki alat tulis yang lebih
lengkap. Ketika ada keinginanku yang tidak baik, Dia bisa menghapusnya dan
menuliskan yang lebih baik dan tentunya terbaik untukku.
Aku percaya bahwa pekerjaan sederhana yang aku
kerjakan saat ini adalah kesempatan berharga yang Tuhan berikan kepadaku.
Ketika aku melakukannya dengan setia dan bertanggung jawab, aku yakin bahwa
kelak Tuhan akan memberiku tanggung jawab yang lebih besar.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma
8:28).
Thank you readers and lets wait for the next article from
me ya.
God Bless you!